Selamat Datang Di Website Education Update Semoga Bermamfaat

Selasa, 24 November 2015

Broken Home



BAB I
PENDAHULUAN
Ketika seorang akan berkeluarga, yang terbayang di benaknya adalah terwujudnya keluarga sakinah, keluarga bahagia yang tentram, damai dan harmonis. Manusia yang ingin berkeluarga harus melalui perkawinan yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Menurut Undang-Undang Perkawinan Bab I Pasal 1 sebagai berikut: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, UU Perkawinan (1985:1).
Sedang menurut Zul Fajri (2008:432), mengatakan bahwa perkawinan dalam adalah suatu ikatan suci antara dua hati dan paduan ruh dari pasangan insane dengan menjalin kehidupan baru sebagai suami atau istri. Allah berfirman dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 1, yang berbunyi
Artinya : “Hai sekalian manusia, bertawakallah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertawakallah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa’ : 1), Depag (1989:114).
Selain sekolah dan masyarakat, keluarga adalah lembaga pendidikan pertama yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan. Karena lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya.
Dari sebuah keluarga yang kurang harmonis maka seorang anak akan hidup dalam kondisi yang tidak nyaman. Mereka akan lebih banyak melamun tentang kondisi yang terjadi dalam rumahnya, merekapun akan semakin malas untuk belajar yang mengakibatkan prestasi belajar mereka rendah sehingga kurang berhasil dalam pembelajaran. Berdasarkan keadaan-keadaan tersebut di atas, maka tertarik untuk mengambil sebuah judul PengaruhKeluarga Broken Home TerhadapPrestasiSiswa”


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Broken Home
Broken home berasal dari dua kata yaitu broken dan home. Broken berasal dari kata break yang berarti keretakan, sedangkan home mempunyai arti rumah atau rumah tangga (Hasan Shadily, 1996:81). Jadi broken home adalah keluarga atau rumah tangga yang retak. Hal ini dapat disebut juga dengan istilah konflik atau krisis rumah tangga. Di antara krisis yang terjadi dalam rumah tangga adalah :
a. Ketegangan hubungan atau konflik suami istri.
b. Konflik orang tua dengan anak.
c. Konflik dengan mertua.
d. Konflik sesama anak.
Ketegangan suami istri merupakan krisis yang amat mendasar dan harus segera mendapat penyelesaian, dan mengupayakan pencegahan sebelum terjadinya konflik.Keluarga retak atau broken home dinamakan dengan istilah keluarga kacau. Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan selalu mendua. Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah), dan kurang peka memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan dan diperlakukan secara tidak wajar atau kejam, karena kesenjangan hubungan antara mereka dengan orang tua. Keluarga kacau selalu tidak rukun. Orang tua sering berperilaku kasar terhadap relasi (anak). Orang tua menggambarkan kemarahan satu sama lain dan hanya ada sedikit relasi antara orang tua dengan anak-anaknya. Anak terasa terancam dan tidak disayang.
Hampirsepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan. Anak-anak mendapatkan kesan bahwa mereka tidak diinginkan keluarga. Dinamika keluarga dalam hanyak hal sering menimbulkan kontradiksi, karena pada hakekatnya tidak ada keluarga. Rumah hanya sebagai terminal dan tempat berteduh oleh individu-individu. Adakalanya suami terlalu sibuk dengan berbagai urusan di luar rumah dan tidak mau memberikan empati (perhatian) terhadap kesibukan istri. Suami hanya ingin memberikan hak-hak istri berupa pemenuhan materi dan kebutuhan biologis. Namun lebih dari itu, istri memerlukan perhatian, kasih sayang dan kemesraan hubungan. Adakalanya istri menuntut, istri menjadi marah dan bersikap tidak hormat lagi kepada suami, yang kemudian memiliki sikap “permusuhan” secara diam-diam atau tertampakkan. Berbagai ketegangan dalam hidup suami istri, bisa jadi termasuk bagian dari bumbu kehidupan rumah tangga. Tetapi bila bumbu itu berlebihan, akan mengakibatkan masakan menjadi tidak enak atau bisa menjadi racun yang membunuh, artinya jika ketegangan itu berlebihan bisa mengakibatkan hancurnya sebuah keluarga.
B.     Pengaruh Broken Home dalam Keluarga terhadap Prestasi Belajar Siswa
Keadaan keluarga setiap orang berbeda-beda, ada yang harmonis karena semua kebutuhan rumah tangga terpenuhi dengan sempurna serta suami istri merasa cukup dengan apa yang telah dimiliki saat itu, namun tidak sedikit juga yang keadaan rumah tangganya penuh dengan konflik, selain dilatar belakangikeadaan ekonomi kesetiaan suami istri serta sikap tidak mensyukuri dengan apa yang ada menjadi pemicu retaknya rumah tangga. Selain sekolah dan masyarakat, keluarga adalah lembaga pendidikan pertama yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan. Karena lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya. Orang tua sekarang ini hanya memberikan kebutuhan materi kepada anaknya, sehingga mereka menjadi pribadi yang tidak lengkap. Hal ini dimungkinkan oleh kesibukan-kesibukan orang tua terutama yang berdiam di kota besar dan atau ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anak. Sebaliknya orang tua yang bermukim di pedesaan mereka banyak yang berpendidikan rendah dengan bekerja sebagai buruh tani, buruh pabrik dan buruh bangunan. Penghasilan mereka sangat minim sekali, sehingga untuk mencukupi kebutuhan keluarga sangat kurang. Hal seperti itu mengakibatkan keluarga mereka selalu ada pertengkaran (kurang harmonis) dan akhirnya anak-anak mereka kurang mendapat perhatian dalam belajar, jika pendidikan anak terbengkalai bisa dipastikan prestasi belajar dari anak-anak tersebut akan rendah. Berbeda halnya jika anak tumbuh dalam kondisi keluarga yang harmonis semua kebutuhan akan pendidikan tercukupi dengan baik, orang tua selalu membimbing dalam belajar anak maka prestasi anakpun akan baik (Suryabrata, 2003:250)

C.    Pengertian Keluarga
Pengertian keluarga dapat di tinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan sosial, sebagaimana berikut:
1.      Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.
2.      Keluarga dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang di ikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga berdasarkan dimensi hubungan sosial ini dinamakan keluarga psikologis dan keluarga pedagogis (Scohib, 1998:17).
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin, sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah “satu” persekutuan hidup yang di jalin oleh kasih sayang antara pasangan duajenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri. Menurut David (1998:20) yang dikutip dari buku yang berjudul “Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri” karangan M. Shochib, mengkategorikan keluarga dalam pengertian sebagai keluarga seimbang, keluarga kuasa, keluarga protektif, keluarga kacau dan keluarga simbiotis:
1.      Keluarga seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh keharmonisan hubungan (relasi) antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak, serta ibu dengan anak. Dalam keluarga ini orang tua bertanggung jawab dan dapat di percaya.
2.      Keluarga kuasa lebih menekankan kekuasaan daripada relasi. Pada keluarga ini anak merasa seakan-akan ayah dan ibu mempunyai buku peraturan, ketetapan, ditambah daftar pekerjaan yang tidak pernah habis.
3.      Keluarga protektif lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu sama lain. Dalam keluarga ini ketidakcocokan sangat dihindari, karena lebih menyukai suasana kedamaian.
4.      Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan selalu mendua. Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah) dan kurang peka memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan dan diperlakukan secara kejam, karena kesenjangan hubungan antaramereka dengan orang tua. Orang tua sering berperilaku kasar terhadap anak. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan.
5.      Keluarga simbiotis dicirikan oleh orientasi dan perhatian keluarga yang kuat, bahkan hampir seluruhnya terpusat pada anak-anak. Keluarga ini berlebihan dalam melakukan relasi. Orang tua banyak menghabiskan waktu untuk memikirkan dan memenuhi keinginan anak-anaknya. Dalam kesehariannya, dinamika keluarga ditandai oleh rutinitas kerja.
Menurut WJS. Poerwadarminta (1984:471), keluarga adalah sebagai sanak keluarga, kaum kerabat. Sedangkan menurut Abu Ahmadi (1985:75) berpendapat bahwa, keluarga adalah sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita. Perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan (mengasuh) anak-anak. Keluarga di sini merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa.
D.    Kondisi-Kondisi Keluarga
Banyak sekali kondisi-kondisi keluarga yang justru menjadi hazard (hancur) bagi setiap anggota keluarga yang dan tentunya beresiko bagi tergangunya mental bagi para anggotanya. Kondisi-kondisi keluarga yang dapat menjadi hazard (hancur) diantaranya adalah :
1)      Perceraian dan Perpisahan
Perceraian dan perpisahan karena berbagai sebab antara anak dengan orang menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Kesimpulan umum dapat di petik bahwa perceraian dan perpisahan dapat berakibat buruk bagi perkembangan kepribadian anak (Muldjono, 2001:122).
2)      Keluarga yang Tidak Fungsional
Keluarga yang tidak berfungsi menunjuk pada keadaan keluarga tetap utuh (intake) terdiri dari kedua orang tua dari anak-anaknya. Mereka masih menetap dalam satu rumah. Jadi strukturnya tidak mengalami perubahan, hanya fungsional yang tidak berjalan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang utuh tetapi tidak fungsional lebih berakibat buruk pada anak.
3)      Perlakuan dan Pengasuhan
Perlakuan orang tua kepada anak berkaitan dengan apa yang dilakukan orang tua atau anggota keluarga lain kepada anak. Apakah dibiarkan (meghlect) diperlakukan secara kasar (violence) atau dimanfaatkan secara salah (abuse), atau diperlakukan secara penuh toleransi dan menciptakan iklim yang sehat. Semuanya mempengaruhi perkembangan anak dan mungkin juga berpengaruh pada anggota keluarga secara keseluruhan. Tindakan keluarga yang membiarkan anak diperlukan secara kasar atau diperlakukan yang semestinya tidak perlu, akan mempengaruhi perkembangan mental anak.
Kondisi keluarga yang “sehat” dapat meningkatkan kesehatan mental anak dan anggota keluarga lainnya. Sebaliknya, kondisi keluarga yang tidak kondusif dapat berakibat gangguan mental bagi anak, diantaranya adalah gangguan tingkah laku, kecemasan, minder, sedih, takut, bimbang, sulit dan beberapa gangguan mental lainnya.
E.     Arti Keluarga bagi Anak
Keluarga mempunyai arti yang penting bagi anak, kehidupan keluarga tidak hanya berfungsi memberikan jaminan makan kepada anak, dengan demikian hanya meperhatikan perkembangan fisik anak, melainkan juga memegang fungsi lain yang penting bagi perkembangan mental anak, diantaranya adalah :
a.       Sosiologi Anak
Anak bersosialisasi yaitu belajar dalam pergaulan, pertama-tama dilakukan dalam keluarga. Mengingat pentingnya peran keluarga bagi penyelesaian berbagai masalah yang dihadapi anak, maka keluarga perlu menyediakan waktu untuk berkumpul sambil minum dan makan bersama-sama yang disebut family table talk, (http://jeffy-louis.blogspot.com/2011/02/artri-keluarga-bagi-anak.html) Jadi family table talk mempunyai peranan yang penting karena dia tidak hanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeluarkan keluhan-keluhannya juga memberikan bimbingan.
b.      Tata Cara Kehidupan Keluarga Tata cara kehidupan keluarga akan memberikan suatu sikap serta perkembangan kepribadian anak yang tertentu pula. Kita akan meninjau tiga jenis tata cara kehidupan keluarga, yaitu :
a.       Tata cara kehidupan keluarga yang demokratis
Tata cara kehidupan keluarga yang demokratis itu membuat anak mudah bergaul, aktif dan ramah tamah. Hal ini bukan berarti bahwa anak bebas melakukan segala-galanya tanpa bimbingan dari keluarganya (orang tua).
b.      Tata cara kehidupan keluarga yang membiarkan
Keluarga yang sering membiarkan tindakan anak akan membuat anak tidak aktif dalam kehidupan sosial dan dapat dikatakan anak menarik diri dari kehidupan sosial. Hal ini anak mengalami banyak frustasi dan mempunyai kecenderungan untuk mudah membenci orang lain.
c.       Tata cara kehidupan keluarga yang otoriter Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang otoriter ini biasanya akan bersifat tenang, tidak melawan, tidak agresif dan mempunyai tingkah laku yang baik. Anak akan selalu berusaha menyesuaikan pendiriannya dengan kehendak orang lain (yang berkuasa, orang tua).
Dengan demikian kreatifitas anak akan berkurang, daya fantasinya juga kurang. Hal ini mengurangi kemampuan anak untuk berfikir abstrak (Muldjono, 2001:201). Dari tiga jenis tata cara kehidupan di atas Baldwin mengatakan bahwa lingkungan keluarga yang demokratis merupakan tata cara yang terbaik untuk memberikan kemampuan penyesuaian diri. Namun demikian tata cara susunan keluarga ini kenyatannya tidak terbagi secara tajam berdasarkan ciri-ciri keluarga, yaitu tata cara kehidupan keluarga yang demokratis, membiarkan dan tata cara kehidupan keluarga yang otoriter.
F.     Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak
Mengenai kewajiban seorang ayah dan ibu terhadap anak sudah diatur dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi :
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anak selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dankewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan, karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu, apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Al-Baqarah : 233), (Depag, 1989:57).
Kewajiban ayah terhadap anak, yaitu antara lain:
a. Mencukupi kebutuhan ekonomi, baik pangan maupun sandang, perumahan dan kesehatan.
b. Mendidik anak secara benar dan baik.
c. Mengasuh anak-anak.
d. Menentukan masa depan anak (Djaelani, 1995:208).
Hak-Hak Anak Menurut Abu Hadian (2003:47) Hak adalah sesuatu yang harus diterima. Seorang anak mempunyai hak dari orang tuanya, diantaranya sebagai berikut :
1.      Hak anak dalam nasab. Hak anak untuk ditetapkan atau diakui dalam susunan nasab bukanlah hak dia sendiri sebagai satu-satunya hak yang harus dimiliki
2.      Hak mendapatkan makanan dan minuman yang dapat menumbuhkan daging dan menguatkan tulang, yakni hak untuk disusui.
3.      Hak mendapatkan nama yang pantas hingga dia bisa dipanggil berbeda dengan orang lain. Syari’at Islam menganjurkan bahwa memberi nama kepada anak harus nama yang baik.
4.      Hak untuk ditebus dengan menyembelih kambing pada hari ketujuh dari kelahirannya, dalam ilmu fiqih disebut aqiqah.
5.      Hak untuk dihilangkan penyakitnya, seperti dikhitan, dicukur dan selalu dijaga kebersihannya. Syari’at Islam mengajak pada kebersihan, maka tidaklah aneh bila menghilangkan kotoran dan penyakit dari anak itu merupakan suatu kewajiban.
6.      Hak untuk diasuh, dirawat dalam arti dilindungi dan dijaga. Dalam hal ini lebih dikenal dengan sebutan hadhanah. Syariat Islam telah memberi perlindungan terhadap keluarga dan meresmikan jalan yang lurus agar kejernihan itu tetap langgeng dan berlanjutlah kelembutan dan kasih sayang, hingga anak-anak hidup dalam pemeliharaan ayah dan ibu dengan penghidupan yang mulia, jauh dari kekurangan dan ketidaklurusan.
7.      Hak untuk diberi nafkah hingga dewasa dan mampu mendapatkan rizki sendiri.
8.      Hak untuk mendapatkan pengajaran, pendidikan dan budi pekerti yang luhur. Hal ini merupakan fase sendiri dan penyempurna terhadap kesiapan anak untuk mengarungi samudera kehidupan.
G.    Dampak Keluarga Broken Home pada Perkembangan Remaja
1.      Perkembangan Emosi
Menurut Hather Sall (dalam Elida Prayitno 2006 : 96) “Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh”.
Perceraian adalah suatu hal yang harus dihindarkan, agar emosi anak tidak menjadi terganggu. Perceraian adalah suatu penderitaan atau pengalaman traumatis bagi anak (Singgih,1995:166).
Adapun dampak pandangan keluarga broken home terhadap perkembangan emosi remaja menurut Wilson Madeah (1993 : 42) adalah :
Perceraian orang tua membuat terpramen anak terpengaruh, pengaruh yang tampak secara jelas dalam perkembangan emosi itu membuat anak menjadi pemurung, pemalas (menjadi agresif) yang ingin mencari perhatian orang tua / orang lain. Mencari jati diri dalam suasana rumah tangga yang tumpang dan kurang serasi.
Sedangkan menurut Hetherington (Save M.Degum 1999:197) “Peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidak stabilan emosi”. Ketidak berartian pada diri remaja akan mudah timbul jika peristiwa perceraian dialami oleh kedua orang tuanya, sehingga dalam menjalani kehidupan remaja merasa bahwa dirinya adalah pihak yang tidak diharapkan dalam kehidupan ini. (Alex Sobur, 1985:282)Remaja yang kebutuhannya kurang dipenuhi oleh orang tua emosi marahnya akan mudah terpancing. Seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (didalam Elida Priyitno. 2006 : 74) “Hubungan antara kedua orang tua yang kurang harmonis terabaikannya kebutuhan remaja akan menampakkan emosi marah”.
Jadi keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan emosi remaja karna keluarga yang tidak harmonis menyebabkan dalam diri remaja merasa tidak nyaman dan kurang bahagia.
2.      Perkembangan Sosial Remaja
Menurut Brim (dalam Elida Prayitno. 2006 : 81) “Tingkah laku sosial kelompok yang memungkinkan seseorang berpartisipasi secara efektif dalam kelompok atau masyarakat.Dampak keluarga Broken Home terhadap perkembangan sosial remaja menurut Sunggih D Gunawan 1995 : 108 adalah :
Perceraian orang tua menyebabkan tumbuh pograan infenority terhadap kemampaun dan kedudukannya, dia merasa rendah diri menjadi takut untuk meluarkan pergaualannya dengan teman-teman.Sedangkan willson Nadeeh (1993 : 42) menyatakan bahwa :
Anak sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak yang dibesarkan dikeluarga pincang, cendrung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. kesulitan itu datang secara alamiah dari diri anak tersebut.
Dan dampak bagi remaja putri menurut Hethagton (dalam santrok 1996 : 2000) menyatakan bahwa :
Remaja putri yang tidak mempunyai ayah berprilaku dengan salah satu cara yang ekstrim terhadap laki-laki, mereka sangat menarik diri pasif dan minder kemungkinan yang kedua terlalu aktif, agresif dan genit.
Jadi keluarga broken home sangat berpengaruh pada perkembangan sosial remaja karena dari keluarga remaja menampilkan bagaimana cara bergaul dengan teman dan masyarakat.
3.      Perkembangan Kepribadian
Perceraian ternyata memberikan dampak kurang baik terhadap perkembangan kepribadian remaja. Menurut Westima dan Haller (dalam Syamsyu Yusuf 2001 : 99) yaitu bahwa remaja yang orang tuanya bercerai cenderung menunjukkan ciri-ciri :
a.       Berpilaku nakal
b.      Mengalami depresi
c.       Melakukan hubungan seksual secara aktif
d.      Kecenderungan pada obat-obat terlarang
Keadaan keluarga yang tidak harmonis tidak stabil atau berantakan (broken home) merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian remaja yang tidak sehatPrilaku menyimpang pada diri remaja dapat terjadi oleh beberapa factor, salah satunya menurut Mujiran Dkk (1999 : 23) “Apabila ada satu atau lebih kebutuhan dasar manusia itu tidak terpenuhi maka akan terjadi prilaku menyimpang dan merugikan diri remaja itu sendiri maupun orang lain.














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sebuah keluarga yang kurang harmonis maka seorang anak akan hidup dalam kondisi yang tidak nyaman. Mereka akan lebih banyak melamun tentang kondisi yang terjadi dalam rumahnya, merekapun akan semakin malas untuk belajar yang mengakibatkan prestasi belajar mereka rendah sehingga kurang berhasil dalam pembelajaran.
Selain sekolah dan masyarakat, keluarga adalah lembaga pendidikan pertama yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan. Karena lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya.
.




















DaftarPustaka
Moh Shochib,Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Abu Ahmadi,. Pengantar Sosiologi. Solo: Ramadhani, 1985.
Arijo. Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1980. Zakiah Daradjat,. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama, , 1995. Abdul Qodir Djaelani,. Keluarga Sakinah. Surabaya: Bina Ilmu, 1995.
M John Echols,. &Shadily Hasan. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Hamalik, Oemar. Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito, 1990. Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Omar, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya, 1991.
Saridjo, Marwan. Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Dep. Agama RI, 1999
Surachmad,Winarno. Dasar dan Teknik Research. Bandung: Jammars, 1975. Suryabarta, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Takariawan, Cahyadi. Pernik-Pernik Rumah Tangga Islami Tatanan dan Peranannya dalam Masyarakat. Solo: Intermedia, 1997. Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama, 1989. Zuhairini, et. al. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Zulfajri. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Difa Publisher, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

KARENA WANITA INGIN MEMILIH

Sepanjang sejarah sebelum datangnya islam perempuan kerap kali mengalami penderitaan. mereka diperjual belikan layaknya hewan dan barang. me...