IMPLIKASI SHALAT
DALAM MEMBENTUK KESEHATAN MENTAL PADA INDIVIDU
Oleh
Sarito
A. Pendahuluan
Shalat adalah suatu ibadah mahdhoh yang di wajibkan oleh Allah SWT sebagai
cara untuk mencegah dari perbuatan keji dan munkar serta cara untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Karena barang siapa yang shalatnya tidak mendorong dirinya
untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, maka ia tidak
bertambah dekat hubungannya dengan Allah melainkan malah bertambah jauh (Abu Laits As
Samarqandi, 2005 : 449 )
Shalat sebagai salah satu bagian penting ibadah dalam Islam sebagaimana
bangunan ibadah yang lain juga memiliki banyak keistimewaan.
Ia tidak hanya memiliki hikmah spesifik dalam setiap gerakan dan rukunnya,
namun secara umum
shalat juga memiliki pengaruh drastis terhadap perkembangan
kepribadian seorang muslim. Tentu saja hal itu tidak serta
merta dan langsung kita dapatkan dengan instan dalam pelaksanaan shalat.
Manfaatnya tanpa terasa dan secara gradual
akan masuk dalam diri muslim yang taat melaksanakannya. Shalat merupakan media komunikasi antara sang Khlalik dan seorang hamba. Media komunikasi ini sekaligus sebagai media untuk
senantiasa mengungkapkan rasa syukur atas segala nikmat. Selain itu, shalat
bisa menjadi media untuk mengungkapkan apapun yang dirasakan
seorang hamba. Dalam psikologi dikenal istilah katarsis, secara sederhana
berarti mencurahkan segala apa yang terpendam dalam diri,
positif maupun negatif. Maka, shalat bisa menjadi media katarsis yang akan
membuat seseorang menjadi tentram hatinya. Shalat
yang dilakukan dengan baik, berpengaruh bagi orang yang melakukannya. Ibadah
yang dilakukannya membawa ketenangan, ketentraman dan kedamaian dalam hidup
manusia. Manusia yang tenang hatinya tidak akan goncang dan sedih hatinya
ketika ditimpa musibah (Moh. Ardani, 2005 :119)
Dengan demikian shalat dapat membentuk kepribadian seseorang untuk menjadi
lebih baik, jika kepribadian menjadi baik maka kesehatan mental seseorang itu
juga baik. Oleh sebab itu seseorang yang memiliki kesehatan mental berarti
orang tersebut memiliki akhlaqul karimah. dalam pembahasan ini akan
dibahas mengenain sholat dan implikasi dalam membentuk kesehatan mental (akhlaqul
karimah).
B.
Pengertian
Shalat
Shalat menurut arti bahasa adalah “do’a” Sedangkan pengertian shalat menurut istilah banyak
dikemukakan oleh para ahli diantaranya :
1. Wahbah Azzuhaili, shalat ialah beberapa ucapan dan perbuatan tertentu yang diawali
dengan takbir dan diakhiri dengan salam (Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, 2010 : 541)
2. Menurut Sulaiman Rasyid, shalat adalah ibadah yang
tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
disudahi dengan salam, serta memenuhi beberapa syarat yang di tentukan (Sulaiman
Rasyid, 2005 : 53 )
3. Tengku Muhamad Hasby Ash-Shidiqy, para fuqoha
( ahli fiqih ) telah menetapkan pengertian shalat secara istilah yaitu beberapa
ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang
dengan-Nya kita beribadah kepada Allah swt. Menurut syarat yang ditentukan (Tengku
Muhamad Hasby Ash-Shidiqy,
2000 : 62)
4. Muhammad Abdul Malik Az Zaghabi, shalat adalah hubungan yang
kuat antara seorang hamba dengan Tuhannya. Hubungan yang mencerminkan kehinaan
hamba dan keagungan Tuhan bersifat langsung tanpa perantara dari siapapun (Muhammad
Abdul Malik Az Zaghabi, 2001 :
17)
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami
bahwa shalat merupakan bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbir dan disudahi dengan salam dengan ketentuan atau syarat-syarat tertentu. Dengan demikian dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa pengertian shalat secara bahasa maupun istilah
adalah tali hubungan yang kuat antara seorang hamba dengan Tuhannya
dengan tujuan mengabdi kepada Allah swt. melaui doa yang disertai uacapan dan
perbuatan dengan syarat dan rukun tertentu.
C. Tujuan dan Faedah Shalat
Tujuan shalat sebagai sarana
pendidikan budi luhur dan pri-kemanusiaan dilambangkan dalam ucapan salam
sebagai penutup komunikasi dengan Allah swt. Ucapan salam adalah permohonan
untuk keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan orang banyak, baik yang ada di
depan kita ataupun tidak dan ucapan sebagai pernyataan kemanusiaan serta
solidaritas sosial. Dengan demikian shalat di awali dengan takbir sebagai
pernyataan hubungan dengan Allah swt, dan di akhiri dengan salam sebagai pernyataan hubungan dengan
sesama manusia.
Allah memerintahkan shalat kepada manusia
tentulah ada tujuannya. Tujuan tersebut bukanlah untuk kepentingan Allah
melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri, ketenangan dan kebahagiaan
hidup di dunia maupun kelak di akhirat (Rafiu.udin
dan Almi Zainudin, 2004 :
67). Sebelum melaksanakan shalat
hendaknya terlebih dahulu kita ketahui apa sebenarnya tujuannya shalat itu.
Adapun tujuan shalat itu adalah:
1)
Supaya
manusia menyembah hanya kepada Allah semata, tunduk dan sujud kepada-Nya.
2)
Supaya
menusia selalu ingat kepada Allah yang memberikan hidup dan kehidupan. Mengingat Allah akan menghindarkan
kita dari segala bentuk kemalasan dan kelesuan, serta rasa tidak tenang dan
ketakutan saat melakukan kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan
kewajibanMengingat Allah akan menghapus dan menjauhkan kecemasan dan ketakutan.
3)
Supaya
manusia terhindar dari melakukan perbuatan keji dan mungkar, yang akan
mendatangkan kehancuran.
Shalat mempunyai faedah atau manfaat dalam
keagamaan, pendidikan, individu dan masyarakat. Di antara faedah atau manfaat
shalat adalah sebagai berikut :
1)
Dengan
shalat dapat membangun hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhannya.
2)
Dengan
shalat seseorang akan memperoleh keamanan, kedamaian dan keselamatan.
3)
Shalat
sebagai sarana mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah.
4)
Shalat
dapat mencegah perbuatan yang keji dan munkar (Wahbah Az-
Zuhaili, Op.Cit, : 546)
D.
Kesehatan Mental
Pengetahuan tentang kesehatan
mental berkembang secara luas di negara-negara maju, teratama dalam beberapa tahun
terakhir ini. Di beberapa negara pembahasannya telah samapai pada tingkat
mencari jalan pencegahan (preventive) agar orang tidak menderita
kegelisahan dan gangguan jiwa. Meskipun sering digunakan istilah kesehatan
mental, namun pengertiannya masih kabur dan kurang jelas bagi orang awam.
Daradjat (1995:11) memberi definisi
kesehatan mental, antara lain:
1.
Kesehatan mental adalah
terhindarnya seseorang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari
gejala-gejala penyakit jiwa (psychose).
2.
Kesehatan mental adalah kemampuan
untuk mnyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat
serta lingkungan di mana ia hidup.
3.
Kesehatan mental adalah pengetahuan
dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala
potensi, bakat, dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa
kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan
penyakit jiwa.
4.
Kesehatan mental adalah terwujudnya
keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai
kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan merasakan
secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Sedangkan
menurut Bastaman (1995: 132) mengutip pendapat Saparinah Sadli, guru besar
Fakultas Psikologi UI tentang kesehatan mental, yaitu:
1.
Orientasi klasik. Seseorang
dianggap sehat bila ia tidak mempunyai keluhan tertentu, seperti; ketenangan,
rasa lelah, cemas, rendah diri, atau perasan tidak berguna, yang semuanya
menimbulkan perasaan "sakit" atau "rasa tidak sehat" serta
mengganggu efesiensi aktivitas sehari-hari. Orientasi ini banyak dianut di
lingkungan kedokteran.
2.
Orientasi penyesuaian diri.
Seseorang dianggap sehat secara psikologis, bila ia mampu mengembangkan dirinya
sesuai dengan tuntunan orang lain serta lingkungan sekitarnya.
3.
Orientasi pengembangan potensi.
Seseorang dianggap sehat, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan
potensinya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain serta
dirinya sendiri.
Dari pelbagai
definisi di atas dapat ditarik benang merah, bahwa kesehatan mental adalah
suatu kondisi yang dialami seseorang yang mana ia tidak mendapatkan gangguan
atau penyakit jiwa, sehingga ia mampu menyesuaian diri dengan dirinya sendiri
serta lingkungannya, serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara
harmonis dan seimbang.
Adapun gangguan atau penyakit jiwa
di masyarakat antara lain:
- Fobia, yaitu rasa takut yang tidak rasional dan tidak realistis, yang bersangkutan tahu dan sadar benar akan ketidakrasionalnya dan ketidakbenarannya, namun ia tidak mampu mencegah dan mengendalikan diri dari rasa takut itu.
- Obsesi, yaitu corak pikiran yang sifatnya terpaku (persistent) dan berulangkali muncul. Yang bersangkutan tahu benar akan kelaianan pikirannya itu, namun ia tidak mampu mengalihkan pikirannya pada masalah lain dan tidak mampu mencegah munculnya pikiran itu yang selalu timbul berulang-ulang.
- Kompulsi, yaitu suatu pola tindakan atau perbuatan yang diuang-ulang. Yang bersangkutan tahu benar bahwa perbuatan mengulang-ulang itu tidak benar dan tidak rasional, namun yang bersangkutan tidak mampu mencegah perbuatannya sendiri (Hawari, 1995: 253).
Dalam
pandangan psikologi Islam, penyakit mental yang biasa berjangkit pada diri
manusia, antara lain:
- Riya'. Penyakit ini mengandung tipuan, sebab menyatakan sesuatu yang tidak sebenarnya, orang yang berbuat riya' mengatakan atau melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan hakikat yang sebenarnya.
- Hasad dan dengki, yaitu suatu sikap yang melahirkan sakit hati apabila orang lain mendapat kesenangan dan kemuliaan, dan ingin agar kesenangan dan kemulian itu hilang dari orang tersebut dan beralih kepada dirinya.
- Rakus, yaitu keinginan yang berlebihan untuk makan.
- Was-was. Penyakit ini sebagai akibat dari bisikan hati, cita-cita, dan angan-angan dalam nafsunya dan kelezatan.
- Berbicara berlebihan. Keinginan berbicara banyak merupakan salah satu kwalitas manusia yang paling merusak. Hal ini dapat mengahantarkan kepada pembicaraan yang tidak berguna dan berbohong.
- Dan lain sebagainya (Langgulung, 1986: 328)
E.
Implementasi Shalat Terhadap Kesehatan Mental
Sebagimana telah kita ketahui sholat adalah salah satu bentuk ibadah yang
apabila dilaksanakan sesuai dengan yang telah disyari’atkan oleh Allah serta
Rasulnya, maka itu akan dapat menumbuhkan kepada sipelakunya suatu kekuatan
batin yang luar biasa itu, yang sangat membantu didalam menghadapi segala
kesulitan hidup serta cobaan-cobaan duniawi.
Sebagimana yang telah di contohkan oleh Rasulullah Saw sebagaimanapun
besarnya masalah yang sedang kita hadapi maka tak lupa beliau melaksanakan
sholat terlebih dahulu. Karena pada saat itu, seorang mu’min dapat
mengungkapkan hajadnya secara langsung dan dapat pula mengadukan segala
penderitaan dan kesulitan hidup yang sedang dihadapinya, bahkan dapat juga mengetuk
pintu rahmatnya.
Di dalam sholat seseorang mukmin dapat merasakan
ketenangan serta ketentraman hidup dialam dunia. Karena sesungguhnya ia memulai
sholatnya dengan mengucapkan '"Allahu Akbar". dimana ia telah
menyadari sepenuhnya bahwa Allah itu Maha Besar kemudian ia membaca surat
Al-Fatihah, ia jumpai didalamnya sesuatu kesegaran batin yang dapat mendambakan
nikmat Allah ialah disaat mengucapkan “Al hamdu lillaahi rabbil
'aalamin Arrahmaanir Rahiim". Lalu menjumpai sesuatu kesegaran batin
didalam mendambakan keagungan dan keadilan Allah disaat mengucapkan
"Maaliki yaumiddin". Demikian pula akan menjumpainya kembali,
perasaan adanya hubungan dengan Allah dan mendambakan pertolongan-Nya, disaat
mengucapkan "lyyaaka na'budu waiyyaaka nasta'iin". Akhimya, ia akan
menjumpai perasaan yang penuh keyakinan akan adanya bimbingan ke jalan yang
lurus dan dijauhkannya dari jalan yang sesat serta jalan yang dimurkainya,
yaitu disaat mengucapkan "Ihdinash shiraathal mustaqiim. Shiraathal
ladziina an'amta "alaihim ghairil maghdhuubi 'alaihim
vvaladhdhaalliin" (Wahbah Az- Zuhaili, Op.Cit, : 345)
Jadi, tidak mengherankan lagi jika sholat itu memberikan suatu ketenangan,
kedamaian hidup dan kekuatan batin yang sangat luar biasa, bagi orang yang
mengerjakannya. Lebih jauh lagi bahwa Rasulullah Saw telah menjelaskan tentang
puncaj dari pengaruh kejiwaan yang dicapai lewat sholat. wudhu dan dzikrullah.
Yaitu betapa segar dan semangatnya seorang mukmin yang mengerjakan sholat,
didalam menghadapi kesehariannya setiap pagi.
Dr. Kariel. salah satu dokter ahli fisik dan biologi yang sangat masyhur,
yang menjelaskan didalam pembahasan tentang kekuatan kejiwaan yang diperoleh
dari seorang mukmin lewat sholatnya, yaitu: "Barangkali sholat itulah
kekuatan yang paling besar didalam melahirkan semangat daya, yang aku ketahui
sampai saat ini. Aku telah menjumpai sendiri sejumlah dokter yang gagal didalam
pengobatan pasiennya. Lalu ketika ilmu kedokteran ternyata angkat tangan,
lumpuh dan menyerah, dimasukkannya sholat sebagai suatu upaya, dan ternyata
dapat menyembuhkan pasien dari penyakit yang telah dideritanya. Sesungguhnya
sholat, bagaikan unsur "Radium", sumber dari sinar dan melahirkan zat
yang membangkitkan daya semangat. Dan dengan sholat, manusia dapat berupaya
menambah daya semangatnya yang terbatas itu, yaitu disaat mereka berdialog
dengan yang Maha Kuat, yang tidak akan pernah sirna daya semangatnya (Rafiu.udin dan Almi
Zainudin, 2004 : 103).
Memang, kita menghubungkan jiwa kita disaat mengerjakan sholat dengan
kekuatan yang Maha Besar, yang menguasai alam semesta ini. Kita mohon kepadanya. dengan penuh pengharapan agar
berkenan memberi sedikit kekuatan darinya, memohon pertolongan kepada-Nya didalam menghadapi hidup ini. Bahkan
sesungguhnya sikap penuh harap kepadanya itu sendiri sudah cukup memberikan tambahan kekuatan serta daya semangat.
F. Kesimpulan
Sholat dengan
kesehatan mental pada diri seseorang sangatlah erat kaitannya, dengan
mengerjakan sholat selain kita dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt.
juga sebagai daya penunjang bagi kesuburan mental setiap orang mukmin. la akan
menguatkan mental seorang mukmin untuk senantiasa mengerjakan kebajikan dan
memnggalkan atau menjauhi segala kejahatan dan kemungkaran, memerangi kelesuan disaat
menghadapi penderitaan dan kesulitan hidup serta kenikmatan Sholat akan
menanamkan dalam jiwa. kesadaran adanya kontrol Ilahi. Memelihara aturannya,
menjaga kedisiplinan waktu, takut akan ancaman dan siksaannya
dan sanggup mengalahkan sikap-sikap kemalasan. memperturutkan hawa nafsu dan segala
sifat kelemahan manusiawi lainnya.
Daftar Pustaka
Moh.
Ardani, 2005, Akhlak Tasawuf, Jakarta:
CV Karya Mustika,
A.Qodri
A.Azizy MA, 2003
Pendidikan Agama Untuk
Membangun Etika Sosial, Semarang:
Aneka Ilmu
Abu
Laits As Samarqandi, 2005
Terjemah Tanbihul Ghafilin,
Semarang: PT. Karya Toha Putra
Prof.
Dr. Wahbah Az-Zuhaili, 2010,
Fiqih Islam Waadillatuhu, Jakarta: Gema Insani
Sulaiman
Rasyid, 2005, Fiqih Islam cet. ke-8 ,Yogyakarta: Sinar Baru
Albesindo
Tengku
Muhamad Hasby Ash-Shidiqy, 2000,
Pedoman Shalat, Semarang: PT. Pustaka Riski
Muhammad
Abdul Malik Az Zaghabi, 2001, Malang
Nian Orang Yang Tidak Shalat, Jakarta: Pustaka Al
Kautsar
Langgulung, Hasan, 1986,
Teori-Teori
Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka al-Husna
Rafiu.udin
dan Almi Zainudin, 2004,
Terapi Kesehatan Jiwa
Melalui Ibadah Shalat, Jakarta:
Restu Ilahi
Wahbah
Az- Zuhaili, Op.Cit,
Hawari, Dadang, 1995, Al-Qur'an Ilmu
Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Bina Bhakti Prima Yasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar