Sepanjang
sejarah sebelum datangnya islam perempuan kerap kali mengalami penderitaan. mereka
diperjual belikan layaknya hewan dan barang. mereka diwariskan, di paksa untuk
menikah dan bahkan dipaksa untuk melacurkan diri. mereka bisa mudah dimiliki
dan sangat sulit untuk memiliki,mereka tidak berhak memilih, tapi gampang
dipilah-pilih. mereka tidak punya hak untuk menyuarakan pendapat dalam berbagai
hal termasuk dalam menentukan pasangan.
Setelah
cahaya islam bersinar dan menyinari gelapnya maya pada kehidupan, semua bentuk
diskriminasi terhadap perempuan terpelanting dari bumi peradaban. namun, meski
demikian didaerah-daerah tertentu masih ditemukan pengekangan terhadap hak-hak perempuan
khususnya dalam menentukan pasangan hidup yang kelak akan menjadi imam bagi
mereka dan anak-anak mereka. Banyak wanita yang mengalami kawin paksa, kadang
perkawinan itu terjadi saat mereka baru
atau bahkan belum menginjak usia dewasa, usia yang seharusnya menjadi masa
untuk menggali dan memperdalam ilmu pengetahuan. akhirnya harapan mereka untuk
memiliki wawasan yang lebih luas terpatahkan oleh perkawinan yang belum mereka
harapkan. perkawinan itupun kadang jauh dari aroma kebahagiaan yang mereka
inginkan.
Sejatinya
wanita juga ingin memilih dan memilah pasangan hidup. Dalam hal ini sebetulnya
tidak ada larangan dalam islam, wanita boleh menentukan pasangannya jika mereka
benar-benar yakin akan keshalihan agama dan akhlak sang idaman. Mereka tidak
dilarang dan tidak terlarang untuk menyampaikan maksud hatinya untuk dinikahi
sang pujaan hati. sah-sah saja mereka meng-khitbah duluan dengan
harapan ingin berlomba-lomba dalam kebaikan. takut sang lentara jiwa keburu
jadi pelita wanita yang lain. namun masalahnya adalah sifat malu wanita yang
lebih dominan. sehingga jarang sekali wanita yang berani atau sekedar
memberanikan diri untuk mengatupkan
kedua bibirnya seraya mengejawantahkan getar dan gejolak hati dalam
bentuk kata-kata.
Sekarang,
coba kita buka kembali sejarah perkawinan Nabi Muhammad SAW. Dan sayidatina
khadijah, bukankah Khadijah yang mengkhitbah duluan, setelah ia mendengar dan membuktikan kejujuran
nabi lewat pembantunya, Maisaroh, saat berdagang ke Syam? Dia tidak malu meski saat itu ia sudah
berumur 40 tahun sedang nabi baru berumur 25 tahun, coba bayangkan pertauatan umur di antra
mereka?. namun karena dasar saling suka, saling cinta tampa paksa, keduanya langgeng, bahagia menahkodai bahtera rumah tangga yang
saat itu banyak gelombang ombak ancaman dari kaum Quraisy yang ada. dan
Nabipun tak pernah memadu Khadijah sampai Khadijah wafat dengan menorehkan
lukisan didinding sejarah Islam sebagai Wanita yang pertama kali beriman dan
penyokong perjuangan Nabi dalam menyebar luaskan ajaran islam .
Perlu diingat!, walau Wanita punya kebebasan
dalam memilih pasangan. namun, janganlah
terjebak dalam lubang tikus kebebasan yang timbul dari lupa akan kodrat dirinya
sebagai muslimah (khususnya), yang lemah-lembut, sopan-santun serta tidak
terkesan murahan. sifat inilah yang jarang sekali ditemukan dalam sosok pribadi
Wanita sekarang.
Perempuan memang punya hak yang besar dalam menentukan langkah hidup dan gerak social. tapi haruslah hati-hati dalam mengartikan kebebasan, disana ada norma agama dan norma adat yang harus tetap dijadikan pedoman,karena berpasangan (menikah:red) bukan hanya menyatukan dua insan yang sedang kasmaran atau mempertemukan dua hati yang saling bertautan, tapi juga menyatukan dua keluarga besar antara keluarga si lelaki dan dan si wanita yang mungkin sebelumnya tidak pernah saling kenal. disinilah perlunya bermusyawaroh ikhtiar dan tawakal.nasihat keluarga khususnya kedua orang tua tidak boleh dikesampingkan. disamping orang tua sudah lebih berpengalaman, jarang sekali orang tua bahkan tidak ada yang ingin menghanyutkan anaknya dalam deras ombak laut kesengsaraan hidup yang berkepanjangan. Dan setelah semua terasa matang barulah istikharah untuk mendapatkan keyakinan atas apa yang kita rencanakan. perlu ditekankan, bahwa istikharoh merupakan salah satu langkah tawakal setelah berikhtiyar secara maksimal,
Karena dengan istikharoh
berarti menyerahkan segala urusan pada Allah untuk mendapatkan rahmat dan ridha-Nnya dalam
memantapkan dan menetapkan pilihan. Dan ini pernah di contohkan oleh Siti Zainab
kala ia lepas dari masa ‘iddah setelah ditinggal syahid oleh suminya,
saat itu Rosulullah hendak memperistrinya dengan mengutus zaid sebagai penyampai
lamaran beliau. namun zainab tidak langsung menerima lamaran beliau dengan berkata “aku tidak bisa berbuat apa-apa
sebelum aku melakukan istikharoh untuk mendapat petunjuk-Nya”. Untuk
kedua kalinya, coba pembaca (akhwat) bayangkan, andai saja Zainab itu adalah
pembaca (akhwat),mungkin lamaran nabi langsung akhwat terima tampa banyak pikir
lagi. secara manusiawi wanita beriman manakah yang tidak mau menjadi istri
nabi. manusia yang paling mulya, yang dima’sum semua dosanya andai
beliau berbuat dosa. Namun, tidak dengan zainab, Ia ingin memilih dan
pilihannya ia pasrahkan kepada Allah, karena ia yakin pilihan Allah adalah yang
terbaik baginya, meski secara naluri ia sudah yakin pula bahwa nabi Muhammad
adalah imam yang bisa dengan baik memimpinnya. Dengan sifat tawakal inilah
Zainab pantas hidup bersama nabi hingga akhir hayatnya ia tercatat sebagai
istri yang penuh pengertian dan kesetiaan.
Ingat, menentukan pilihan hidup tidaklah semudah menentukan
menu makanan yang tinggal pesan, disana perlu ketelitian, kesabaran dan kehati-hatian.
jangan asal pilih dan asal menerima lamaran. karena yang kita pandang baik
belum tentu baik pula dalam pandangan-Nya.
Terakhir, diharapkan
setelah membaca artikel sedarhana ini
akan lahir dan muncul Khadijah-Khadijah dan Zinab-zainab baru yang mampu memilih dan
dipilih atas dasar cinta dan saling suka karena Allah, hingga jika mereka kelak
terpaksa harus berpisah, itupun juga karena allah. Wallahu A’lam.